A. HAK CIPTA
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta ©
B. HAK PATEN
Pengertian hak paten bisa dilihat didalam Undang-Undang, lebih tepatnya Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Undang-Undang telah menyebutkan bahwa pengertian hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu. Seorang inventor dapat melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan baru. Yang kedua, penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten. Yang ketiga, penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil dan penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.
C. HAK MEREK
Hak Merek merupakan bagian dari HKI. Merek dianggap sebagai “roh” dari suatu produk. Bagi pengusaha, merek merupakan aset yang sangat bernilai karena merupakan ikon kesuksesan sejalan usahanya yang dibangun dengan segala keuletan termasuk biaya promosi. Bagi produsen merek dapat digunakan sebagai jaminan mutu hasil produksinya. Merek Terdaftar, sering disimbolkan dengan tanda TM
Menurut para ahli Merek, sekarang ini Merek memiliki peran yang baru. Beberapa ahli menyebutnya sebagai munculnya Merek dengan status mitos. Contohnya Merek Coca-cola dan restoran McDonald’s dikaitkan dengan lambang modernitas masyarakat. Itulah sebabnya dikatakan, bahwa pada masa sekarang ini Merek juga memiliki kaitan dengan citra dan gaya hidup masyarakat modern.
Setelah meratifikasi WTO Agreement, Indonesia melakukan banyak revisi terhadap berbagai undang-undang di bidang hak kekayaan intelektual yang ada.
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta ©
B. HAK PATEN
Pengertian hak paten bisa dilihat didalam Undang-Undang, lebih tepatnya Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Undang-Undang telah menyebutkan bahwa pengertian hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu. Seorang inventor dapat melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan baru. Yang kedua, penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten. Yang ketiga, penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil dan penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.
C. HAK MEREK
Hak Merek merupakan bagian dari HKI. Merek dianggap sebagai “roh” dari suatu produk. Bagi pengusaha, merek merupakan aset yang sangat bernilai karena merupakan ikon kesuksesan sejalan usahanya yang dibangun dengan segala keuletan termasuk biaya promosi. Bagi produsen merek dapat digunakan sebagai jaminan mutu hasil produksinya. Merek Terdaftar, sering disimbolkan dengan tanda TM
Menurut para ahli Merek, sekarang ini Merek memiliki peran yang baru. Beberapa ahli menyebutnya sebagai munculnya Merek dengan status mitos. Contohnya Merek Coca-cola dan restoran McDonald’s dikaitkan dengan lambang modernitas masyarakat. Itulah sebabnya dikatakan, bahwa pada masa sekarang ini Merek juga memiliki kaitan dengan citra dan gaya hidup masyarakat modern.
Setelah meratifikasi WTO Agreement, Indonesia melakukan banyak revisi terhadap berbagai undang-undang di bidang hak kekayaan intelektual yang ada.
Pengertian
Desain Produk
Desain produk adalah proses menciptakan
produk baru yang akan dijual oleh perusahaan untuk pelanggannya .Sebuah konsep
yang sangat luas , pada dasarnya generasi dan pengembangan ide-ide yang efektif
dan efisien melalui proses yang mengarah ke produk-produk baru .
Dalam pendekatan sistematis , desainer produk konsep dan mengevaluasi ide-ide , dan mengubahnya menjadi penemuan yang nyata dan produk . Peran produk desainer adalah untuk menggabungkan seni, ilmu pengetahuan , dan teknologi untuk menciptakan produk-produk baru yang dapat digunakan orang lain . Peran mereka berkembang telah difasilitasi oleh alat digital yang sekarang memungkinkan desainer untuk berkomunikasi , memvisualisasikan , menganalisis dan benar-benar menghasilkan ide-ide nyata dalam cara yang akan mengambil tenaga kerja yang lebih besar di masa lalu .
Desain produk kadang-kadang bingung dengan ( dan tentu tumpang tindih dengan ) desain industri , dan baru-baru ini menjadi istilah yang luas termasuk layanan , software , dan desain produk fisik . Desain industri yang bersangkutan dengan membawa bentuk artistik dan kegunaan , biasanya berhubungan dengan desain kerajinan dan ergonomi , bersama-sama untuk memproduksi massal barang .Aspek lain dari desain produk meliputi desain engineering , terutama ketika hal fungsi atau utilitas ( misalnya pemecahan masalah ) menjadi pokok permasalahan , meskipun batas-batas tersebut tidak selalu jelas .isi
Dalam pendekatan sistematis , desainer produk konsep dan mengevaluasi ide-ide , dan mengubahnya menjadi penemuan yang nyata dan produk . Peran produk desainer adalah untuk menggabungkan seni, ilmu pengetahuan , dan teknologi untuk menciptakan produk-produk baru yang dapat digunakan orang lain . Peran mereka berkembang telah difasilitasi oleh alat digital yang sekarang memungkinkan desainer untuk berkomunikasi , memvisualisasikan , menganalisis dan benar-benar menghasilkan ide-ide nyata dalam cara yang akan mengambil tenaga kerja yang lebih besar di masa lalu .
Desain produk kadang-kadang bingung dengan ( dan tentu tumpang tindih dengan ) desain industri , dan baru-baru ini menjadi istilah yang luas termasuk layanan , software , dan desain produk fisik . Desain industri yang bersangkutan dengan membawa bentuk artistik dan kegunaan , biasanya berhubungan dengan desain kerajinan dan ergonomi , bersama-sama untuk memproduksi massal barang .Aspek lain dari desain produk meliputi desain engineering , terutama ketika hal fungsi atau utilitas ( misalnya pemecahan masalah ) menjadi pokok permasalahan , meskipun batas-batas tersebut tidak selalu jelas .isi
Rahasia
Dagang
Rahasia dagang adalah informasi yang
tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/
atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan
usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi
metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di
bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak
diketahui oleh masyarakat umum.
Rahasia dagang mendapat perlindungan apabila
informasi itu:
Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak
tertentu bukan secara umum oleh masyarakat,
Memiliki nilai ekonomi apabila
dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial
atau dapat meningkatkan keuntungan ekonomi,
Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau
para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan
patut.
Pemilik rahasia dagang dapat memberikan
lisensi bagi pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang
diberikan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian
hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia
dagang yang diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan syarat
tertentu.
Perlindungan konsumen adalah
perangkat hukum yang
diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.
Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda
pemberitahuan kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen Republik
Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan
atau jasa; hak
untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1),
pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42
Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001
tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri
No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan
kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan
Konsumen
NEGOSIASI
Negoisasi adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat keduabelah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda.
Negoisasi adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat keduabelah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda.
Keuntungan Negoisasi :
a. Mengetahui pandanga pihak lawan;
b. Kesempatan mengutarakan isi hati untuk didengar piha lawan;
c. Memungkinkan sengketa secara bersama-sama;
d. Mengupayakan solusi terbaik yang dapat diterima oleh keduabelah pihak;
e. Tidak terikat kepada kebenaran fakta atau masalah hukum;
f. Dapat diadakan dan diakhiri sewaktu-waktu.
a. Mengetahui pandanga pihak lawan;
b. Kesempatan mengutarakan isi hati untuk didengar piha lawan;
c. Memungkinkan sengketa secara bersama-sama;
d. Mengupayakan solusi terbaik yang dapat diterima oleh keduabelah pihak;
e. Tidak terikat kepada kebenaran fakta atau masalah hukum;
f. Dapat diadakan dan diakhiri sewaktu-waktu.
Kelemahan Negoisasi :
a. Tidak dapat berjalan tanpa adanya kesepakatan dari keduabelah pihak;
b. Tidak efektif jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang mengambil
kesepakatan;
c. Sulit berjalan apabila posisi para pihak tidak seimbang;
d. Memungkinkan diadakan untuk menunda penyelesaian untuk mengetahui informasi yang dirahasiakan lawan;
e. Dapat membuka kekuatan dan kelemahan salahsatu pihak;
f. Dapat membuat kesepakan yang kurang menguntungkan.
a. Tidak dapat berjalan tanpa adanya kesepakatan dari keduabelah pihak;
b. Tidak efektif jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang mengambil
kesepakatan;
c. Sulit berjalan apabila posisi para pihak tidak seimbang;
d. Memungkinkan diadakan untuk menunda penyelesaian untuk mengetahui informasi yang dirahasiakan lawan;
e. Dapat membuka kekuatan dan kelemahan salahsatu pihak;
f. Dapat membuat kesepakan yang kurang menguntungkan.
Prasyarat Negoisasi yang efektif
a. Kemauan (Willingness) untuk menyelesaikan masalah dan bernegoisasi secara sukarela;
b. Kesiapan (Preparedness) melakukan negoisasi;
c. Kewenangan (authoritative) mengambil keputusan;
d. Keseimbangan kekuatan (equal bergaining power) ada sebagai saling ketergantungan;
e. Keterlibatan seluruh pihak (steaholdereship) dukungan seluruh pihak terkait;
f. Holistic (compehenship) pembahasan secara menyeluruh;
g. Masih ada komunikasi antara para pihak;
h. Masih ada rasa percaya dari para pihak
i. Sengketa tidak terlalu pelik
j. Tanpa prasangka dan segala komunikasiatau diskusi yang terjadi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti
a. Kemauan (Willingness) untuk menyelesaikan masalah dan bernegoisasi secara sukarela;
b. Kesiapan (Preparedness) melakukan negoisasi;
c. Kewenangan (authoritative) mengambil keputusan;
d. Keseimbangan kekuatan (equal bergaining power) ada sebagai saling ketergantungan;
e. Keterlibatan seluruh pihak (steaholdereship) dukungan seluruh pihak terkait;
f. Holistic (compehenship) pembahasan secara menyeluruh;
g. Masih ada komunikasi antara para pihak;
h. Masih ada rasa percaya dari para pihak
i. Sengketa tidak terlalu pelik
j. Tanpa prasangka dan segala komunikasiatau diskusi yang terjadi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti
Tahapan Negoisasi menurut William Ury
dibagi menjadi empat tahap yaitu :
Tahapan Persiapan :
1) Persiapan sebagai kunci keberhasialan;
2) Mengenal lawan, pelajari sebanyak mungkin pihak lawan dan lakukan penelitian;
3) Usahakan berfikir dengan cara berfikir lawan dan seolah-olah kepentingan lawan sama dengan kepentingan anda;
4) Sebaiknya persiapkan pertanyaan-pertanyaan sebelum pertemuan dan ajukan dalam bahasa yang jelas dan jangan sekali-kali memojokkan atau menyerang pihak lawan;
5) Memahami kepentingan kita dan kepentingan lawan;
6) Identifikasi masalahnya, apakah masalah tersebut menjadi masalah bersama?
7) Menyiapkan agenda, logistik, ruangan dan konsumsi;
8) Menyiapkan tim dan strategi;
9) Menentukan BTNA (Best Alternative to A Negitieted Agreement) alternative lain atau harga dasar (Bottom Line)
Tahapan Persiapan :
1) Persiapan sebagai kunci keberhasialan;
2) Mengenal lawan, pelajari sebanyak mungkin pihak lawan dan lakukan penelitian;
3) Usahakan berfikir dengan cara berfikir lawan dan seolah-olah kepentingan lawan sama dengan kepentingan anda;
4) Sebaiknya persiapkan pertanyaan-pertanyaan sebelum pertemuan dan ajukan dalam bahasa yang jelas dan jangan sekali-kali memojokkan atau menyerang pihak lawan;
5) Memahami kepentingan kita dan kepentingan lawan;
6) Identifikasi masalahnya, apakah masalah tersebut menjadi masalah bersama?
7) Menyiapkan agenda, logistik, ruangan dan konsumsi;
8) Menyiapkan tim dan strategi;
9) Menentukan BTNA (Best Alternative to A Negitieted Agreement) alternative lain atau harga dasar (Bottom Line)
b. Tahap Orientasi dan Mengatur
Posisi :
1) Bertukar Informasi;
2) Saling menjelaskan permasalahan dan kebutuhan;
3) Mengajuakan tawaran awal.
1) Bertukar Informasi;
2) Saling menjelaskan permasalahan dan kebutuhan;
3) Mengajuakan tawaran awal.
c. Tahap Pemberian Konsensi/ Tawar
Menawar
1) Para pihak saling menyampaikan tawaranya, menjelaskan alasanya dan membujuk pihak lain untuk menerimanya;
2) Dapat menawarkan konsensi, tapi pastikan kita memperoleh sesuatu sebagai imbalanya;
3) Mencoba memahai pemikiran pihak lawan;
4) Mengidentifikasi kebutuhan bersama;
5) Mengembangkan dan mendiskusiakan opsi-opsi penyelesaian.
1) Para pihak saling menyampaikan tawaranya, menjelaskan alasanya dan membujuk pihak lain untuk menerimanya;
2) Dapat menawarkan konsensi, tapi pastikan kita memperoleh sesuatu sebagai imbalanya;
3) Mencoba memahai pemikiran pihak lawan;
4) Mengidentifikasi kebutuhan bersama;
5) Mengembangkan dan mendiskusiakan opsi-opsi penyelesaian.
d. Tahapan Penutup
1) Mengevaluasi opsi-opsi berdasarkan kriteria obyektif
2) Kesepakatan hanya menguntungkan bila tidak ada lagi opsi lain yang lebih baik, bila tidak berhasil mencapai kesepakatan, membatalkan komitmen atau menyatakan tidak ada komitmen
1) Mengevaluasi opsi-opsi berdasarkan kriteria obyektif
2) Kesepakatan hanya menguntungkan bila tidak ada lagi opsi lain yang lebih baik, bila tidak berhasil mencapai kesepakatan, membatalkan komitmen atau menyatakan tidak ada komitmen
Sistem Mediation
Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian
sengketa melalui penengah (mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari
penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas,
mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan
atas cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di
pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara
pribadi. Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak
berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi
mediator, membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang
mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam mediasi adalah
compromise atau kompromi di antara para pihak. Dalam mencari kompromi, mediator
memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk mencari kemenangan.
Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu, para pihak akan terjebak pada yang
dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu pihak ingin mencari kemenangan, akan
mendorong masing-masing pihak menempuh jalan sendiri (I have may way and you
have your way). Akibatnya akan terjadi jalan buntu (there is no the way).
Cara dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan
asas mediasi:
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.
Manfaat yang paling mennjol, antara lain:
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
2. Biaya Murah (inexpensive). Pada umumnya mediator
tidak dibayar. Jika dibayarpun, tidak mahal. Biaya administrasi juga kecil. Tidak
perlu didampingi pengacara, meskipun hal itu tidak tertutup kemungkinannya. Itu
sebabnya proses mediasi dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
3. Bersifat Rahasia (confidential). Segala sesuatu
yang diutarakan para pihak dalam proses pengajuan pendapat yang mereka
sampaikan kepada mediator, semuanya bersifat tertutup. Tidak terbuka untuk umum
seperti halnya dalam proses pemeriksaan pengadilan (there is no public docket).
Juga tidak ada peliputan oleh wartawan (no press coverage).
4. Bersifat Fair dengan Metode Kompromi. Hasil
kompromi yang dicapai merupakan penyelesaian yang mereka jalin sendiri,
berdasar kepentingan masing-masing tetapi kedua belah pihak sama-sama berpijak
di atas landasan prinsip saling memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. Mereka
tidak terikat mengikuti preseden hukum yang ada. Tidak perlu mengikuti
formalitas hukum acara yang dipergunakan pengadilan. Metode penyelesaian
bersifat pendekatan mencapai kompromi. Tidak perlu saling menyodorkan
pembuktian. Penyelesaian dilakukan secara: (a) informal, (b) fleksibel, (c)
memberi kebebasan penuh kepada para pihak mengajukan proposal yang diinginkan.
5. Hubungan kedua belah pihak kooperatif. Dengan
mediasi, hubungan para pihak sejak awal sampai masa selanjutnya, dibina diatas
dasar hubungan kerjasama (cooperation) dalam menyelesaikan sengketa. Sejak
semula para pihak harus melemparkan jauh-jauh sifat dan sikap permusuhan
(antagonistic). Lain halnya berperkara di pengadilan. Sejak semula para pihak
berada pada dua sisi yang saling berhantam dan bermusuhan. Apabila perkara
telah selesai, dendam kesumat terus membara dalam dada mereka.
6. Hasil yang dicapai WIN-WIN. Oleh karena
penyelesaian yang diwujudkan berupa kompromi yang disepakati para pihak, kedua
belah pihak sama-sama menang. Tidak ada yang kalah (lose) tidak ada yang menang
(win), tetapi win-win for the beneficial of all. Lain halnya penyelesaian
sengketa melalui pengadilan. Pasti ada yang kalah dan menang. Yang menang
merasa berada di atas angin, dan yang kalah merasa terbenam diinjak-injak
pengadilan dan pihak yang menang.
7. Tidak Emosional. Oleh karena cara pendekatan
penyelesaian diarahkan pada kerjasama untuk mencapai kompromi, masing-masing
pihak tidak perlu saling ngotot mempertahankan fakta dan bukti yang mereka
miliki. Tidak saling membela dan mempertahankan kebenaran masing-masing. Dengan
demikian proses penyelesaian tidak ditunggangi emosi.
Sistem
Minitrial
Sistem yang lain hampir sama dengan mediasi ialah
minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi
sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak
mengajak dan sepakat untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang
diajukan pihak lain:
1. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),
2. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).
1. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),
2. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).
Sistem Concilidation
Konsolidasi (concilidation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
1. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai,
2. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim.
Konsolidasi (concilidation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
1. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai,
2. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim.
Lain halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa,
maupun di kawasan Pasific seperti Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan
Singapura. Sistem konsiliasi sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka
cenderung mencari penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke
pengadilan.
Di negara-negara yang dikemukakan di atas, lembaga
konsiliasi merupakan rangkaian mata rantai dari sistem penyelesaian sengketa
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. pertama; penyelesaian diajukan dulu pada mediasi
2. kedua; bila mediasi gagal, bisa dicoba mencari penyelesaian melalui minirial
3. ketiga; apabila upaya ini gagal, disepakati untuk mencari penyelesaian melalui kosolidasi,
4. keempat; bila konsiliasi tidak berhasil, baru diajukan ke arbitrase.
Memang, setiap kegagalan pada satu sistem, penyelesaian sengketa dapat langsung diajukan perkaranya ke pengadilan (ordinary court). Misalnya, mediasi gagal. Para pihak langsung mencari penyelesaian melalui proses berperkara di pengadilan. Akan tetapi pada saat sekarang jarang hal itu ditempuh. Mereka lebih suka mencari penyelesaian melalui sistem alternatif, daripada langsung mengajukan ke pengadilan. Jadi di negara-negara yang disebut di atas, benar-benar menempatkan kedudukan dan keberadaan pengadilan sebagai the last resort, bukan lagi sebagai the first resort.
1. pertama; penyelesaian diajukan dulu pada mediasi
2. kedua; bila mediasi gagal, bisa dicoba mencari penyelesaian melalui minirial
3. ketiga; apabila upaya ini gagal, disepakati untuk mencari penyelesaian melalui kosolidasi,
4. keempat; bila konsiliasi tidak berhasil, baru diajukan ke arbitrase.
Memang, setiap kegagalan pada satu sistem, penyelesaian sengketa dapat langsung diajukan perkaranya ke pengadilan (ordinary court). Misalnya, mediasi gagal. Para pihak langsung mencari penyelesaian melalui proses berperkara di pengadilan. Akan tetapi pada saat sekarang jarang hal itu ditempuh. Mereka lebih suka mencari penyelesaian melalui sistem alternatif, daripada langsung mengajukan ke pengadilan. Jadi di negara-negara yang disebut di atas, benar-benar menempatkan kedudukan dan keberadaan pengadilan sebagai the last resort, bukan lagi sebagai the first resort.
Biasanya lembaga konsiliasi merupakan salah satu
bagian kegiatan lembaga arbitrase, arbitrase institusional, bertindak juga
sebagai conciliation yang bertindak sebagai conciliator adalah panel yang
terdaftar pada Arbitrase Institusional yang bersangkutan:
1. sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya meliputi sengketa bisnis,
2. hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution, bukan putusan atau award (verdict),
3. oleh karena itu, hasil penyelesaian yang berbentuk resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan,
4. dengan demikian, walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak, apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan. Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya harus mengajukan gugatan ke pengadilan.
Sistem Adjudication
1. sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya meliputi sengketa bisnis,
2. hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution, bukan putusan atau award (verdict),
3. oleh karena itu, hasil penyelesaian yang berbentuk resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan,
4. dengan demikian, walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak, apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan. Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya harus mengajukan gugatan ke pengadilan.
Sistem Adjudication
Sistem Adjudication merupakan salah satu alternatif
penyelesaian sengketa bisnis yang baru berkembang di beberapa negara. Sistem
ini sudah mulai populer di Amerika dan Hongkong.
Secara harafiah, pengertian “ajuddication” adalah
putusan. Dan memang demikian halnya. Para pihak yang bersengketa sepakat
meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul
diantara mereka:
1. orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
2. dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
3. oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision).
Pada prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah sengketa yang sangat khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang dapat menyelesaiakan, karena untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh seorang spesialis profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang dapat menyelesaikan. Diperlukan seorang insinyur profesional. Di Hongkong misalnya. Sengketa mengenai pembangunan lapangan terbang ditempuh melalui lembaga adjudication oleh seorang adjudicator yang benar-benar ahli mengenai kontruksi lapangan terbang.
1. orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
2. dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
3. oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision).
Pada prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah sengketa yang sangat khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang dapat menyelesaiakan, karena untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh seorang spesialis profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang dapat menyelesaikan. Diperlukan seorang insinyur profesional. Di Hongkong misalnya. Sengketa mengenai pembangunan lapangan terbang ditempuh melalui lembaga adjudication oleh seorang adjudicator yang benar-benar ahli mengenai kontruksi lapangan terbang.
Proses penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat
sederhana. Apabila timbul sengketa:
1. para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication,
2. berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional,
3. dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party),
4. sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.
1. para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication,
2. berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional,
3. dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party),
4. sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.
Sistem Arbitrase
Mengenai arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal
oleh Inggris dan Amerika pada tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini,
perkembangan arbitrase sebagai salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian
sengketa, sudah berjalan selam adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah
memiliki Undang-undang arbitrase.
Di Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku
Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah terlampau tua, karena RV dikodifikasi
pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat didalamnya sudah
ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain tadi, seperti:
1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.
Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation, minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya administrasi (b) Honor arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang.
Kelebihan tersebut antara lain:
1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi dan konsiliasi),
2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional maupun internasional.
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat ad-hoc yang terlembaga.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain tadi, seperti:
1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.
Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation, minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya administrasi (b) Honor arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang.
Kelebihan tersebut antara lain:
1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi dan konsiliasi),
2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional maupun internasional.
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat ad-hoc yang terlembaga.
Arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam
penyelesaian sengketa publik maupun perdata, namun dalam perkembangannya
arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan sengketa kontraktual
(perdata). Sengketa perdata dapat digolongkan menjadi:
1. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang tinggi.
2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.
3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question of fact and law).
1. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang tinggi.
2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.
3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question of fact and law).
sumber : http://pedulihukum.blogspot.com/2009/02/negoisasi-dan-mediasi.html
http://aditz19.wordpress.com/2011/03/12/pengertian-arbitrase/
http://aliesaja.wordpress.com/2010/06/03/penyelesaian-sengketa-ekonomi/
http://aditz19.wordpress.com/2011/03/12/pengertian-arbitrase/
http://aliesaja.wordpress.com/2010/06/03/penyelesaian-sengketa-ekonomi/